Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) akan melanjutkan program burden sharing untuk pembiayaan utang di tahun depan. Rencananya, BI bakal membeli Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 224 triliun di tahun 2022.To get more news about Ekonomi Indonesia, you can visit wikifx.com official website.
  Angka tersebut lebih tinggi 4% dari burden sharing atas APBN 2021 yang hanya mencapai Rp 215 triliun. Adapun pemerintah akan mengalokasikan uang dari SBN yang dibeli oleh BI untuk penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan stimulus Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) seiring dengan dampak pandemi virus corona yang diramal masih mendistorsi perekonomian dalam negeri.
  Dalam draf Rapat Kerja antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), BI, dan Komisi XI DPR RI yang diterima Kontan.co.id, otoritas fiskal dan otoritas moneter akan tengah merancang Surat Keputusan Bersama (SKB) III untuk menjalankan burden sharing.
  Kepala Ekonom Indo Premier Sekuritas Luthfi Ridho menilai, keterlibatan otoritas moneter dalam rangka mitigasi dampak pandemi itu penting sekali. Salah satu poin penting dari keterlibatan itu adalah cost of fund (CoF) pemerintah yang lebih mencerminkan situasi pandemi.
  Menurutnya, tanpa keterlibatan otoritas moneter, biaya untuk pandemi bisa jauh lebih besar. Oleh karenanya, Luthfi mendukung kelanjutan burden sharing pemerintah-BI.
  Luthfi menegaskan, selama porsi burden sharing dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan, mekanisme pembiayaan tersebut tak jadi masalah. Dia menambahkan, semua negara juga melakukan langkah-langkah serupa.
  “Kalau uang itu dipergunakan tidak semestinya, kita bisa seperti Venezuela. Jadi seperti dua mata koin. Di satu sisi bisa meringankan beban pandemi, namun di sisi lain kalau disalahgunakan bisa gawat akibatnya,” kata Luthfi kepada Kontan.co.id, Senin (23/8).
  Dia bilang, meskipun porsi burden sharing tahun 2022 rencananya lebih lesar dari tahun 2021, tapi bukan berarti daya tahan fiskal tahun depan bobrok. Ia menerka ini hanya sebagian dari strategi pemerintah agar pengelolaan pembiayaan APBN 2022 lebih prudent.
  “Justru saat ini posisi keuangan pemerintah lagi kuat sekali uang-nya masih surplus, salah satunya karena serapan anggaran kementerian/Lembaga yang masih rendah,” kata Luthfi kepada Kontan.co.id, Senin (23/8).
  Adapun dalam paparan Kemenkeu-BI yang dihimpun Kontan.co.id tersebut pada SKB III terdapat dua mekanisme burden sharing. Pertama, kluster A yakni mengatur sebanyak Rp 40 triliun nominal SBN yang beli oleh BI. Dalam hal ini BI akan menanggung seluruh biaya bunganya.
  Artinya pemerintah mendapatkan untung karena tak perlu bayar imbalan kepada bank sentral. Kluster A tersebut akan digunakan oleh pemerintah untuk penanganan kesehatan, termasuk program vaksinasi.
  Kedua, kluster B yakni sebesar Rp 184 triliun dari SBN yang dibeli BI, pemerintah akan menanggung biaya bunga sebesar suku bunga BI tenor 3 bulan. Utang yang memiliki bunga rendah tersebut direncanakan guna penanganan kesehatan terkait Covid-19 selain yang sudah ditetapkan dalam kluster A.
  Selain itu, pemerintah akan menggunakan utang tersebut untuk penanganan kemanusiaan dalam bentuk pendanaan dalam berbagai program perlindungan sosial bagi masyarakat atau usaha kecil yang terdampak pandemi.